Senin, 19 April 2021

Resume Higiene Industri

tugas ini dibuat dan dipublikasikan oleh:

Nama: Hanifa Eka Putri

NIM: 2011212071

Kelas: K3 A1



Minggu, 11 April 2021

Resume Standar K3RS

tugas ini dibuat dan dipublikasikan oleh:

Nama    : Hanifa Eka Putri

Nim       :2011212071

Kelas     : K3 A1






Senin, 05 April 2021

Resume Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Tugas ini dibuat dan dipublikasikan oleh:

Nama     : Hanifa Eka Putri
Nim        : 2011212071
Kelas      : K3 A1
Dosen Pengampu: Bapak Aulia Rahman, SKM, MKM 





Senin, 29 Maret 2021

Resume Investigasi Kecelakaan Kerja

Resume Investigasi Kecelakaan Kerja


Hanifa Eka Putri
2011212071
A1
Dosen Pengampu: Aulia Rahman, SKM, MKM




Selasa, 16 Maret 2021

Langkah Tepat Mencuci Tangan

 


ASSALAMU'ALAIKUM!
Kali ini saya ingin membagikan langkah-langkah mencuci tangan yang tepat agar kita dapat terhindar dari penyakit serta meningkatkan kebersihan terutama sebelum makan.
Ayo ikuti langkahnya dengan menonton video ini agar aku,kamu dan kita semua bisa memulai kebiasaan kecil yang baik ini dan meningkatkan derajat kesehatan kita^^



Senin, 01 Maret 2021

MAU DIET? GAMPANG KOK ALA JSR AJA!

     Bagi yang sering berselancar di media sosial, tentu tak asing dengan sosok dr. Zaidul Akbar. Dokter yang memiliki 1,4 Juta pengikut di instagram ini kerap membagikan sejumlah tips mengenai pola hidup sehat yang sesuai dengan ajaran Rasulullah atau yang lebih populer dengan istilah 'Jurus Sehat Rasulullah (JSR)'.

    Mudah dan low-budget, diet sehat Zaidul Akbar menjadi populer di kalangan peselancar media sosial. Diet yang dikenal dengan istilah 'Jurus Sehat Rasulullah (JSR)' ini berfokus pada penerapan pola hidup sehat dengan menghindari makanan tidak sehat dan beralih mengonsumsi whole food serta bahan makanan herbal dalam porsi yang sesuai kebutuhan. 

    Diet ini dapat dilakukan siapa saja karena penerapannya tidak sulit dan murah, namun dapat memberikan manfaat signifikan bagi kesehatan tubuh. Berikut tiga langkah sederhana untuk menjalani diet JSR ala dr. Zaidul Akbar.


1. HINDARI MAKAN TERLALU KENYANG

    Dalam diet JSR, kamu perlu melatih diri untuk makan sesuai kebutuhan, bukan sesuai keinginan. Hal ini karena makan dengan mengikuti keinginan atau nafsu akan membuat seseorang makan terlalu banyak dan menjadi kekenyangan, yang mana dapat berakibat buruk pada kesehatan dan kekhusukan ibadah.


Dikutip dari Detik.com, dr. Zaidul Akbar mengingatkan kembali untuk mengisi perut dengan komposisi 1/3 makanan, 1/3 minuman dan 1/3 udara.


"Ingat selalu komposisi perut 1/3 untuk makanan, 1/3 minuman, dan 1/3 udara. Segala yang buruk misal gula, garam, lemak harus diganti sayur, buah, dan asupan sehat lain dalam porsi secukupnya," jelas dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro ini.


2. PUASA SUNAH

    Jurus sehat ala Rasulullah yang selanjutnya adalah dengan rutin melakukan puasa sunnah. Puasa sunnah dapat membantu mengendalikan nafsu makan dan mengatur asupan nutrisi asal pola makan saat berbuka tetap sehat dan tidak berlebih-lebihan. 


Dengan rutin melakukan puasa sunnah dan menghindari makanan tidak sehat, tak butuh lama untuk merasakan tubuh menjadi terasa lebih ringan dan sehat karena asupan nutrisi yang didapatkan tubuh telah diterima sesuai porsi.


3. KONSUMSI BAHAN RIMPANG
    Bahan rimpang atau bahan makanan herbal seperti kunyit dan jahe kaya akan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Sayangnya, bahan makanan ini telah banyak ditinggalkan, terutama oleh kaum muda. 

Melalui unggahannya di media sosial, dr. Zaidul Akbar kerap mengajak kaum millenial kembali memanfaatkan bahan rimpang yang murah dan mudah didapat ini dengan membagikan resep-resep JSR menggunakan bahan rimpang, madu dan juga kurma. Asal dikonsumsi sesuai kebutuhan, bahan-bahan ini dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan tubuh dan pencernaan.

 



Berikut ini saya punya beberapa resep jus sehat ala rasulullah yang dicontohkan oleh dr.zaidul akbar ini

CHIA SEED DRINK JSR
minuman ini anti inflamasi dan segar sekali juga cocok untuk diet karena chia seed memiliki serat yang tinggi

Bahan:
1 sdm chia seed
1 buah jeniper(jeruk nipis peras)
1 sdm madu murni 
1/4 sdt garam himalaya
air panas

langkah-langkah:
1. masukkan chia seed ke dalam gelas,tuang air panas dan tunggu hingga hangat
2. tambahkan larutan jeniper, madu serta garam himalaya dan nikmati selagi hangat


ULTIMATE DRINK JSR 
Minuman ini bisa diajdikan untuk pengganti teh dan baik diminum sebelum sarapan untuk membersihkan pencernaan

Bahan:
1 jempol jahe
1 ruas kunyit
1 batang serai
1 buah jeniper
1 gelas air matang hangat
madu secukupnya

langkah-langkah:
1. iris dan geprek jahe,kunyit serta serai
2. masukkan kedalam panci lalu tuang air kemudian rebus sebentar sampai hangat
3. setelah hangat tuang dalam gelas, tambahkan jeruk nipis serta madu. bisa disaring terlebih dahulu atau tidak dan minum selagi hangat


dikutip dari sumber:
https://www.beautynesia.id/berita-food/jalani-hidup-sehat-dengan-diet-jsr-ala-zaidul-akbar-murah-dan-simpel/b-123156

 resep cookpad


Senin, 21 Oktober 2019

Pendidikan Pancasila


Pendidikan pancasila

v Menjelaskan landasan dan tujuan pendidikan Pancasila
Mata kuliah Pendidikan Pancasila diberikan karena adanya kesadaran akan perlunya pendidikan yang berkesinambungan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Diharapkan, dengan pemahaman yang semakin mendalam akan nilai-nilai Pancasila, generasi muda dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari,
Pendidikan Pancasila juga diberikan karena fakta kemerosotan penghayatan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik individual maupun kolektif sebagai bangsa. Dengan kata lain, mata kuliah ini dihidupkan karena adanya kesenjangan antara kata/pengetahuan dan perbuatan/tingkah laku.
Kemerosotan penghayatan nilai-nilai Pancasila dapat disaksikan di semua bidang kehidupan, dari semua kelas sosial, dan di hampir semua profesi. Fakta paling jelas adalah korupsi yang dilakukan di semua lini, mulai dari pejabat pemerintah maupun institusi pemerintah dan swasta. Catatan Kementerian Dalam Negeri RI menyebutkan bahwa dalam kurun waktu tahun 2005-2013 ada 277 gubernur, walikota, dan bupati yang terlibat korupsi, dan 3.000 anggota DPRD terjerat hukum. Dalam kurun waktu yang sama terdapat 137 anggota DPRD provinsi dan 1.050 anggota DPRD kabupaten/kota terlibat korupsi (Suara Pembaruan, 9 Desember 2013).
Kasus terbaru yang “mengguncang” seluruh kehidupan bangsa adalah tertangkap tangannya Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar karena dugaan terlibat suap, merupakan fakta betapa nilai Pancasila hanya menjadi hiasan bibir kala pejabat mengucapkan sumpah jabatan.
Selain kasus korupsi, patut disebutkan beberapa gejala yang mencerminkan kemerosotan penghayatan nilai-nilai Pancasila, seperti kerusuhan dan sengketa berlatarbelakang SARA, kekerasan dalam rumah tangga, kesenjangan ekonomi, ketakmampuan golongan rendah untuk masuk jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi, berbagai macam dan tingkat kriminalitas, diskriminasi perempuan, dan UU dan peraturan daerah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, sekedar menyebut beberapa contoh.
Sistem ekonomi Indonesia yang dalam Pancasila dan UUD 1945 dikenal sebagai demokrasi ekonomi berlandaskan gotong royong, pada praktiknya lebih condong ke sistem ekonomi liberal yang makin memarginalkan kelas bawah. Kesenjangan ekonomi tampak dengan jelas karena dalam sistem liberal seperti ini hanya orang-orang kaya yang tambah kaya, sebaliknya orang miskin makin terpuruk. Kekayaan tanah tumpah darah Indonesia yang sebetulnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat dikuasai oleh pihak asing dan konco-konconya orang-orang kaya.
Pendidikan Pancasila diberikan karena kesadaran akan semakin derasnya arus ideology asing, khususnya kapitalisme dan neoliberalisme, yang berkat sayap raksasa globalisasi menggempur seluruh pelosok Indonesia tanpa henti. Materialisme, hedonism, konsumtivisme, serta gaya hidup yang dibentuknya telah dan sedang menerjang sudut-sudut terpencil Indonesia. Nilai-nilai asing yang sangat digandrungi remaja dan kaum muda itu dikhawatirkan akan semakin melunturkan nilai-nilai Pancasila. Sebab itu dirasakan pendidikan Pancasila sebagai suatu keharusan.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk memberikan pemahaman benar akan Pancasila. Tidak disadari, sering Pancasila yang diajarkan akan Pancasila yang tidak benar, yang merupakan bentuk tersamar dari ideology yang justru bertentangan dengan Pancasila. Oleh sebab itu Pancasila yang diajarkan dalam Pendidikan Pancasila adalah Pancasila yang dapat dipertanggungjawabkan secara juridis-konstitusional dan obyektif-ilmiah. Secara yuridis-konstitusional Pancasila adalah dasar Negara yang merupakan dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara. Secara obyektif-ilmiah Pancasila adalah paham filsafat yang dapat diuraikan dan diterima secara rasional.
UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang diejawantahkan dalam PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan kurikulum tingkat Satuan Perguruan Tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia serta bahasa Inggris. Pendidikan kewarganegaraan memuat pendidikan Pancasila sebagai landasan pengenalan mahasiswa terhadap ideologi negara.
Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) kemudian, dalam SK No.43/DIKTI/Kep/2006 memutuskan tentang rambu-rmbu Pelaksanan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, termasuk di dalamnya Pendidikan Pancasila.
Pertanyaannya: Pancasila yang mana? Pertanyaan ini masuk akal karena Indonesia pernah memiliki tiga UUD, yaini UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950 yang memuat Pancasila pada pembukaannya. Agar tidak terjadi kesalahpahaman, dikelurkan Instruksi Presiden (Inpres) No.12 Tahun 1968. Inpres ini menyatakan bahwa Pancasila yang resmi adalah Pancasila yang tata urutan sila-silanya terdapat pada alinea 4 Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi:
1.     Ketuhanan Yang Maha Esa
2.     Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.     Persatuan Indonesia
4.     Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.     Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

v Menggali sumber Historis, Sosiologis, Politis Pendidikan Pancasila

a. Landasan Historis
Landasan historis adalah landasan-landasan fakta sejarah yang dijadikan dasar bagi pengembangan pendidikan pancasila, baik menyangkut formulasi tujuan, pengembangan materinya, rancangan modal pembelajaranya, dan evaluasinya. Formasi pendidikan pancasila tentu saja tidak hanya memiliki prespektif waktu kebelakang yang berisi alasan-alasan historis perlunya perilaku tertentu bagi generasi muda. Pada dasarnya, tujuan pendidikan pancasila memformulasikan apa yang penting dari masa lampau, masalah yang dihadapi pada sekarang, dan cita-cita tentang kehidupan ideal dimasa lampau.

b. Landasan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu tentang kehidupan antarmanusia. Didalamnya mengkaji,
antara lain latar belakang, susunan dan pola kehidupan
sosial dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga
mengkaji masalah-masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam
masyarakat.
Melalui pendekatan sosiologis ini pula, Anda diharapkan dapat mengkaji struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan standar nilai-nilai yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara (Kaelan, 2000: 13).
Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi pertiwi
Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila berasal dari kehidupan
sosiologis masyarakat Indonesia. Pernyataan ini tidak diragukan lagi karena
dikemukakan oleh Bung Karno sebagai penggali Pancasila, meskipun beliau
dengan rendah hati membantah apabila disebut sebagai pencipta Pancasila,
sebagaimana dikemukakan Beliau dalam paparan sebagai berikut:
Makna penting lainnya dari pernyataan Bung Karno tersebut adalah Pancasila
sebagai dasar negara merupakan pemberian atau ilham dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Apabila dikaitkan dengan teori kausalitas dari Notonegoro bahwa Pancasila merupakan penyebab lahirnya (kemerdekaan) bangsa Indonesia, maka kemerdekaan berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan makna Alinea III Pembukaan UUD 1945. Sebagai makhluk Tuhan, sebaiknya segala pemberian Tuhan, termasuk kemerdekaan Bangsa Indonesia ini wajib untuk disyukuri. Salah satu bentuk wujud konkret mensyukuri nikmat karunia kemerdekaan adalah dengan memberikan kontribusi pemikiran terhadap pembaharuan dalam masyarakat. Bentuk lain mensyukuri kemerdekaan adalah dengan memberikan kontribusi konkret bagi pembangunan negara melalui kewajiban membayar pajak, karena dengan dana pajak itulah pembangunan dapat dilangsungkan secara optimal.
Landasan keberlakuan sosiologis merujuk kepada penerimaan warga masyarakat sebagai sesuatu yang dibutuhkan secara ideology, poltik, ekonomi, social budaya. Pertahanan dan keamanan ( ipoleksosbudhankam ). Dengan penyelenggaraan pendidikan pancasila sesuai dengan kebutuhan manusia ( human needs ). Maka pendidikan pancasila akan berjalan efektif.
Sejalan dengan Landasan keberlakuan sosiologis Pancasila diharapkan kita  dapat berpartisipasi dalam meningkatkan fungsi-fungsi lembaga pengendalian sosial (agent of social control) yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila.

c. Politisi Pendidikan Pancasila
Salah satu sumber pengayaan materi pendidikan Pancasila adalah berasal dari
fenomena kehidupan politik bangsa Indonesia. Tujuannya agar Anda mampu
mendiagnosa dan mampu memformulasikan saran-saran tentang upaya atau
usaha mewujudkan kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Bukankah Pancasila dalam tataran tertentu merupakan ideologi
politik, yaitu mengandung nilai-nilai yang menjadi kaidah penuntun dalam
mewujudkan tata tertib sosial politik yang ideal. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Budiardjo (1998:32) sebagai berikut: “Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, idée, norma-norma, kepercayaan dan keyakinan, suatu “Weltanschauung”, yang dimiliki seseorang atau sekelompok oran, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku politiknya.”
Melalui pendekatan politik diharapkan mampu menafsirkan fenomena politik dalam rangka menemukan pedoman yang bersifat moral yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila untuk mewujudkan kehidupan politik yang sehat. Pada gilirannya, Anda akan mampu memberikan kontribusi konstruktif dalam menciptakan struktur politik yang stabil dan dinamis.
Secara spesifik, fokus kajian melalui pendekatan politik tersebut, yaitu
menemukan nilai-nilai ideal yang menjadi kaidah penuntun atau pedoman
dalam mengkaji konsep-konsep pokok dalam politik yang meliputi negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),
kebijakan (policy), dan pembagian (distribution) sumber daya negara, baik di
pusat maupun di daerah. Melalui kajian tersebut, Anda diharapkan lebih
termotivasi berpartisipasi memberikan masukan konstruktif, baik kepada
infrastruktur politik maupun suprastruktur politik

v  Dinamika dan Tantangan Pancasila
Indonesia, terhampar dari Sabang hingga Marauke. Seperti yang diketahui bersama, Indonesia sebagai negara kepulauan terbentuk dari keberagaman suku, adat-istiadat, dan bahasa. Dengan kondisi sosial budaya Indonesia yang begitu heterogen, pandangan hidup atau ideologi sebagai sebuah dasar negara menjadi praktis sangat dibutuhkan. Indonesia membutuhkan sebuah ideologi netral yang bisa memayungi dan merangkul semua budaya dari berbagai lapisan masyrakat. Akan tetapi sebelum kita membahas makalah ini, sebenarnya apa itu ideologi?
Secara harfiah, menurut kamus umum bahasa Indonesia ideologi adalah sebuah sistem kepercayaan yang menerangkan, membenarkan suatu tatanan yang ada/yang dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur, rancangan, instruksi, serta program untuk mencapainya. Di pihak yang sama, Shawn T. &Sunshine H. (2005) membenarkan bahwa ideologi adalah sebuah sistem pandangan umum tentang sesuatu hal.
Penulis menyimpulkan bahwa jelas sekali ideologi adalah sebuah pandangan berupa tujuan yang ingin diacapai oleh sebuah kelompok tertentu yang memiliki kesamaan. Sebuah ideologi sebagai pemersatu bangsa yang ada di Indonesia tidak lain adalah Pancasila, sebuah sistem yang dari awal di cetuskan telah menjadi sebuah dasar dari berbagai aspek kehidupan bangsa. Pancasila yang terjabar secara konstitusional telah menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa, yang menjadi dasar dari cita budaya dan moral politik nasional (Dwirini, A. 2011).
Lebih dari 66 tahun yang lalu, sejarah Pancasila pada awal-mulanya dibentuk. Diawali ketika pada tanggal 29 April 1945, kaisar Jepang sedang memperingati hari lahirnya. Penjajah jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan terhadap bangsa Indonesia. Janji ini diberikan dikarenakan Jepang yang sedang terdesak oleh tentara sekutu. Untuk mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia, bangsa indonesia boleh memperjuangkan kemerdekaannya. Untuk mengawalinya, jepang membentuk sebuah badan yang bertujuan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Jepang memilih ketua (kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat yang kemudian mengusulkan agenda sidang membahas tentang dasar negara. Pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno pertama kali mengusulkan istilah Pancasila sebagai dasar negara dan disahkannya Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan terobosan gemilang mengenai dasar negara oleh para founding fathers pada masa itu.
Sejalan dengan berjalannya sebuah negara Indonesia, ideologi Pancasila yang terbentuk mengalami ujian dan dinamika dari sebuah sistem politik. Dimulai dengan sistem demokrasi liberal yang dianut pada masa setelah indonesia merdeka, pembentukan indonesia serikat, sistem liberal pada UUDS 1945, dan peristiwa G 30 S PKI.
Menurut Prof. Dr. B.J. Habibie yang seperti dikutip dalam Metro TV news.com bahwa sejak jaman demokrasi parlementer, terpimpin, orde baru dan demokrasi multipartai pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.Dengan sejarah perjuangan pancasila dari awal dibentuknya seperti disebutkan di atas, pancasila membuktikan diri sebagai cara pandang dan metode ampuh bagi seluruh bangsa Indonesia untuk membendung trend negatif perusak asas berkehidupan bangsa. Tantangan yang dahulu dihadapi oleh Pancasila sebagai dasar negara, jenis dan bentuknya sekarang dipastikan akan semakin kompleks dikarenakan efek globalisasi. Globalisasi menurut Ahmad, M. (2006) adalah perkembangan di segala jenis kehidupan dimana batasanbatasan antar negara menjadi pudar dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Berkembangnya arus informasi menjadi sebuah ciri spesifik dari terminologi globalisasi. Setiap warga negara akan semakin mudah dan bebas untuk mengakses berbagai jenis informasi dari berbagai belahan dunia manapun dalam waktu yang sangat singkat.
Dengan perkembangan Informasi yang begitu cepat, tantangan yang diterima oleh ideologi pada saat ini juga menjadi sangat luas dan beragam. Sebagai contoh, beragamnya banyak agama di Indonesia yang terkadang menjadi alasan pemicu konflik horizontal antar umat beragama, ekonomi yang mulai berpindah dari sistim kekeluargaan (contoh: pasar tradisional) menjadi sistem kapitalisme dimana keuntungan merupakan tujuan utama, paham komunisme, liberalisme, terorisme, chauvinisme, dsb. Masih banyak lagi hal dalam kehidupan warga negara indonesia yang dipengaruhi oleh informasi yang begitu mudah dan cepat tersebut, tanpa bisa di sebutkan satu-persatu. Masalah-masalah yang disebutkan diatas bertentangan dengan semua nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar negara.

Lalu sebenarnya apa fungsi Pancasila sebagai dasar negara? Peran pancasila yang pertama pada dasarnya adalah Pancasila digunakan sebagai penyaring informasi yang beragam. Bahwa kita memiliki budaya dan pedoman yang harus tetap dijaga sebagai sebuah identitas bahwa kita adalah bangsa indonesia. Jika sebuah warga negara tertutup, pastinya warga negara tersebut akan tertinggal jauh oleh perkembangan informasi yang begitu cepat. Pancasila menjaga nilai-nilai normatif-filosofis-ideologis bangsa Indonesia agar tetap sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada era globalisasi sekarang ini. Pancasila seharusnya juga menjadi batasan pandangan yang seharusnya dimiliki oleh setiap warga negara. Banyak kalangan yang lupa akan budaya dan bahasa daerah dikarenakan pengaruh globalisasi yang sangat hebat, sehingga mengikis ide tentang jati diri bangsa sebagai bangsa Indonesia. Batasan pandangan yang sesuai menurut Pancasila seharusnya menjadi garis bawah bahwa kita seharusnya boleh mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi ada beberapa batasan-batasan nilai yang harus dijunjung, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Akan tetapi, fungsi-fungsi tersebut sekarang ini sudah mulai dilupakan oleh kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan situasi kehidupan bangsa Indonesia di semua level wilayah.

Prof. Dr. B.J. Habibie menuturkan bahwa lenyapnya Pancasila dari kehidupan terkait beberapa hal. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini. Kedua, alasan selanjutnya mengapa Pancasila sudah mulai dilupakan adalah terjadinya euforia reformasi sebagai akibat traumatik masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Trauma atas gerakan G30S/PKI yang selanjutnya di lakukan rezim orde baru yaitu menjadikan Pancasila sebagai alat untuk mempropaganda masyarakat, juga menjadi salah satu alasan mengapa pancasila sudah mulai dilupakan.lalu bagaimana cara menghadapi tantangan sudah mulai memudarnya rasa memiliki warga negara dari setiap nilai-nilai pancasila? hal ini dapat dilakukan dengan menyadarkan kembali, reaktualisasi nilai-nilai tersebut dalam konteks peri kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, tetap berpegang teguh pada nilai-nilai pancasila, dan penanaman kembali ide tentang Pancasila sebagai dasar negara sejak dini. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah akan tetapi sudah merupakan tanggung jawab kita bersama, membantu mengatasi Pancasila dalam menghadapi tantangannya di era global sekarang ini. Walaupun banyak tantangan dalam mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila telah membuktikan bahwa Pancasila bukan merupakan milik golongan tertentu atau representasi dari suku tertentu. Pancasila itu netral dan akan selalu hidup di segala zaman seperti yang telah dilewati di tahun-tahun sebelumnya.

Essensi dan urgensi pendidikan pancasila untuk masa depan
Generasi penerus melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkanakan mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dalam hubungan internasional serta memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.Tujuan utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri warga negara Republik Indonesia. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.

Pengembangan nilai, sikap, dan kepribadian diperlukan pembekalan kepada peserta didik di Indonesia yang diantaranya dilakukan melalui Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Alamiah Dasar (sebagai aplikasi nilai dalam kehidupan) yang disebut kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam komponen kurikulum perguruan tinggi. Hak dan kewajiban warga negara, terutama kesadaran bela negaraakan terwujud dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi dan hak asasi manusia sungguh– sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan kehidupannya sehari–hari.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang :
1.     Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai–nilai falsafah bangsa
2.     Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.     Rasional, dinamis, dan sadar akanhak dan kewajiban sebagai warga negara.
4.     Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5.     Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “. Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini disemua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing; memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta mandiri.

v  Menjelaskan dan menganalisis Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa Indonesia

1.       Periode Pengusulan Pancasila
Cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa. Perhimpoenan  Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momen momen perumusan diri bagi bangsa Indonesia.

2.       Periode Perumusan Pancasila
Perumusan pancasila dimulai dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 – 16 Juli 1945 adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila diantaranya adalah Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketiga, Persatuan Indonesia. Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3.       Periode Pengesahan Pancasila
Pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka disambut oleh para pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu. Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu sehingga Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan, termasuk Indonesia.

v  Sumber urgensi Pancasila

1.         Pancasila Sebagai Identitas Bangsa Indonesia
Setiap bangsa mana pun di dunia ini pasti memiliki identitas yang sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing. Budaya merupakan proses cipta, rasa, dan karsa yang perlu dikelola dan dikembangkan secara terus-menerus. Budaya dapat membentuk identitas suatu bangsa melalui proses inkulturasi dan akulturasi. Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia merupakan konsekuensi dari proses inkulturasi dan akulturasi tersebut.
Adapun Pancasila sebagai identitas nasional Indonesia diantaranya adalah Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia, Bendera negara yaitu Sang Merah Putih, Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya, Lambang Negara yaitu Pancasila, Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila dan Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945. Sedangkan, Unsur-unsur pembentuk identitas adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan dan Bahasa.
2.       Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Perwujudan dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebaikan dan kebenarannya, Sebelum ditetapkannya Pancasila sebagai dasar yang sah, Indonesia memang sudah sejak dahulu menganut nilai-nilai budaya luhur yang telah tercipta di tengah-tengah masyarakat nenek moyang Indonesia.
     Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad lamanya. Pancasila merangkum nilai-nilai yang sama yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama-agama yang ada di Indonesia.
3.        Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila berfungsi sebagai pedoman atau petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Ini berarti, Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di segala bidang. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila selalu dijunjung tinggi oleh setiap warga masyarakat, karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat Indonesia.
4.       Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila tela ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia (Bakry, 14: 157). Pancasila sebaagai jiwa bangsa maksudnya pancasila sebagai nyawa, pandangan hidup, ideologi bangsa, bahkan ciri khusus bangsa Indonesia yang mana Pancasila didapat seiring dengan perjalanan bangsa Indonesia, sehingga dapat membedakan mana ciri khas bangsa Indonesia dengan ciri khas negara lain.  Pancasila sebagai jiwa bangsa berarti setiap kegiatan, perbuatan, tindakan, serta pemikiran semua individu di Indonesia berdasarkan dan berpedoman kepada Pancasila.
5.       Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur
Perjanjian luhur maksudnya adalah nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian bangsa disepakati oleh pendiri negara (political consensus) sebagai dasar negara Indonesia (Bakry, 1994: 161). Pancasila merupakan keputusan akhir bangsa Indonesia. Perjanjian  luhur itu telah dilakukan pada 18 Agustus 1945, pada saat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) telah menerima Pancasila dan  menetapkan dasar negara secara konstituonal dalam pembukaan UUD 1945. Pancasila disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai milik bangsa yang harus diamalkan serta dilestarikan.

v  Sumber historis,yuridis,sosiologis dan politis

1.                 Sumber Historis Pancasila
Pancasila melalui proses yang pandang dalam pembuatannya. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
Secara historis, sejak zaman kerajaan unsur Pancasila sudah muncul dalam kehidupan bangsa kita. Agar nilai-nilai Pancasila selalu melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka . nilai-nilai yang terkandung dalam setiap Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara. Sebagai sebuah dasar Negara, Pancasila harus selalu dijadikan acuan dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Semua peraturan perundang-undangan yang ada juga tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

2.                 Sumber Sosiologis Pancasila
Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara (Kaelan, 2000: 13).  Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila berasal dari kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan terhadap adanya kekuatan gaib.
b.     Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab  dapat  ditemukan dalam hal saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-wenang.
c.      Sila Persatuan Indonesia yang dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri.

d.     Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan.
e.      Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin  dalam sikap suka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau berlebihan.

3.                 Sumber Politis Pancasila
Pancasila dalam tataran tertentu merupakan ideologi politik, yaitu mengandung nilai-nilai yang menjadi kaidah penuntun dalam mewujudkan tata tertib sosial politik yang ideal. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Budiardjo (1998:32) sebagai berikut: “Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, idée, norma-norma, kepercayaan dan keyakinan, suatu “Weltanschauung”, yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku politiknya.”
Dengan memahami pancasila, diharapkan mampu termotivasi berpartisipasi memberikan masukan konstruktif, baik kepada infrastruktur politik maupun suprastruktur politik. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini.
Dalam penerapan etika politik Pancasila di Indonesia tentunya mempunyai beberapa kendala-kendala, yaitu :
a.      Etika politik terjebak menjadi sebuah ideologi sendiri. Ketika seseorang mengkritik sebuah ideologi, ia pasti akan mencari kelemahan-kelemahan dan kekurangannya, baik secara konseptual maupun praksis. Hingga muncul sebuah keyakinan bahwa etika politik menjadi satu-satunya cara yang efektif dan efisien dalam mengkritik ideologi, sehingga etika politik menjadi sebuah ideologi tersendiri.
b.     Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat yang lebih lengkap disbanding etika politik Pancasila, sehingga kritik apa pun yang ditujukan kepada Pancasila oleh etika politik Pancasila tidak mungkin berangkat dari Pancasila sendiri karena kritik itu tidak akan membuahkan apa-apa.
Namun demikian, bukan berarti etika politik Pancasila tidak mampu menjadi alat atau cara menelaah sebuah Pancasila. Kendala pertama dapat diatasi dengan cara membuka lebar-lebar pintu etika politik Pancasila terhadap kritik dan koreksi dari manapun, sehingga ia tidak terjebak pada lingkaran itu. Kendala kedua dapat diatasi dengan menunjukkan kritik kepada tingkatan praksis Pancasila terlebih dahulu, kemudian secara bertahap merunut kepada pemahaman yang lebih umum hingga ontologi Pancasila menggunakan prinsip-prinsip norma moral.

4.                 Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa

Bisa dikatakan bahwa generasi wajib bela negara jatuh pada zaman orde baru Tekad pemerintahan yang dibawah kendali Presiden Suharto adalah melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen . Pada era Orde Baru, salah satu upaya konkrit Pemerintah dalam rangka penanaman nilai-nilai Pancasila, adalah melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Tujuannya antara lain adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.
Orde Lama, dimana konsep Nasionalis, Agama, dan Komunis (NASAKOM) menempatkan ideologi komunis menjadi dominan, sehingga nilai-nilai Pancasila justru menjadi kabur. Sisi baiknya adalah dengan adanya penanaman nilai-nilai pancasila maka telah menciptakan keteraturan dan keseragaman. Semua organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan dan organisasi kemahasiswaan berasaskan pancasila.
Tetapi pada sisi yang lain, keteraturan, ketenangan dan kedamaian oleh sebagian kalangan dianggap sebagai gejala yang nampak dipermukaan saja, sebagai bentuk ketakutan atas politik represif rezim Orde Baru. Pancasila dipahami secara tektual saja, tetapi tidak dipahami secara kontekstual. Redaksi Pancasila beserta butir-butirnya dihafal tetapi tidak dipraktekkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dari itu sangat penting menyamakan persepsi hidup bernegara. Masuk pada masa reformasi, Pancasila dijadikan sebagai hegemoni politik oleh penguasa. Yang membuat warga wajib mematuhi setiap kebijakan yang dikeluarkan penguasa, dan dianggap bertentangan dengan Pancasila bila warga menolaknya.

v  Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara

1.       Menelusuri Konsep Negara
Menurut Diponolo (1975: 23-25) negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di suatu daerah tertentu.
Sejalan dengan pengertian negara tersebut, Diponolo menyimpulkan 3 (tiga) unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya negara yaitu:
a.    Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territoir
b.    Unsur manusia, atau umat (baca: masyarakat), rakyat atau bangsa
c.    Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan.

Ketiga unsur tersebut lazim dinyatakan sebagai unsur konstitutif. Selain unsur konstitutif ada juga unsur lain, yaitu unsur deklaratif, dalam hal ini pengakuan dari negara lain.Berbicara tentang negara dari perspektif tata negara paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan, yaitu:
a.    Negara dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiannya terutama kepada bentuk dan struktur organisasi negara
b.    Negara dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiannya terutama kepada mekanisme penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di pusat maupun di daerah. Pendekatan ini juga meliputi bentuk pemerintahan seperti apa yang dianggap paling tepat untuk sebuah negara.

2. Menelusuri Konsep Tujuan Negara
Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap orang mungkin sama, yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan, tetapi cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda bahkan terkadang saling bertentangan. Jalan yang ditempuh untuk mewujudkan tujuan tersebut kalau disederhanakandapat digolongkan ke dalam 2 aliran, yaitu:
a.    Aliran liberal individualis. Aliran ini berpendapat bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan harus dicapai dengan politik dan sistem ekonomi liberal melalui persaingan bebas.
b.    Aliran kolektivis atau sosialis. Aliran ini berpandangan bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan manusia hanya dapat diwujudkan melalui politik dan sistem ekonomiterpimpin/totaliter.

Pada umumnya, tujuan suatu negara termaktub dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi negara tersebut. Sebagai perbandingan, berikut ini adalah tujuan negara Amerika Serikat, Indonesia dan India.
Tujuan negara Republik Indonesia apabila disederhanakan dapat dibagi 2 (dua), yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa dan seluruh wilayah negara. Oleh karena itu, pendekatan dalam mewujudkan tujuan negara tersebut dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu:
a.    Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)
b.    Pendekatan keamanan (security approach)

3.    Menelusuri Konsep dan Urgensi Dasar Negara
Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya identik dengan istilah grundnorm (norma dasar), rechtsidee (cita hukum), staatsidee (cita negara), philosophische grondslag (dasar filsafat negara). Banyaknya istilah Dasar Negara dalam kosa kata bahasa asing menunjukkan bahwa dasar negara bersifat universal, dalam arti setiap negara memiliki dasar negara.
Secara terminologis atau secara istilah, dasar negara dapat diartikan sebagai landasan dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat diartikan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Secara teoretik, istilah dasar negara, mengacu kepada pendapat Hans Kelsen, disebut a basic norm atau Grundnorm (Kelsen, 1970: 8). Norma dasar ini merupakan norma tertinggi yang mendasari kesatuan-kesatuan sistem norma dalam masyarakat yang teratur termasuk di dalamnya negara yang sifatnya tidak berubah (Attamimi dalam Oesman dan Alfian, 1993: 74). Dengan demikian, kedudukan dasar negara berbeda dengan kedudukan peraturan perundang-undangan karena dasar negara merupakan sumber dari peraturan perundang-undangan. Implikasi dari kedudukan dasar negara ini, maka dasar negara bersifat permanen sementara peraturan perundang-undangan bersifat fleksibel dalam arti dapat diubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Hans Nawiasky menjelaskan bahwa dalam suatu negara yang merupakan kesatuan tatanan hukum, terdapat suatu kaidah tertinggi, yang kedudukannya lebih tinggi daripada Undang-Undang Dasar. Kaidah tertinggi dalam tatanan kesatuan hukum dalam negara disebut staatsfundamentalnorm, yang untuk Indonesia berupa Pancasila (Riyanto dalam Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, 2013: 93-94). Dalam pandangan yang lain, pengembangan teori dasar negara dapat diambil dari pidato Mr. Soepomo. Dalam penjelasannya, kata “cita negara” merupakan terjemahan dari kata “Staatsidee” yang terdapat dalam kepustakaan Jerman dan Belanda. Kata asing itu menjadi terkenal setelah beliau menyampaikan pidatonya dalam rapat pleno Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 31 Mei 1945. Sebagai catatan, Soepomo menerjemahkan “Staatsidee” dengan “dasar pengertian negara” atau “aliran pikiran negara”. Memang, dalam bahasa asing sendiri kata itu tidak mudah memperoleh uraian pengertiannya. J. Oppenheim (1849-1924), ahli hukum tata negara dan hukum administrasi negara di Groningen Belanda, mengemukakan dalam pidato pengukuhannya yang kedua (1893) sebagai guru besar mengemukakan bahwa “staatsidee” dapat dilukiskan sebagai “hakikat yang paling dalam dari negara” (de staats diapse wezen), sebagai “kekuatan yang membentuk negara-negara (de staten vermonde kracht) (Attamimi dalam Soeprapto, Bahar dan Arianto, 1995: 121).
Dalam karyanya yang berjudul Nomoi (The Law), Plato (Yusuf, 2009) berpendapat bahwa “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”. Senada dengan Plato, Aristoteles memberikan pandangannya, bahwa “suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan kedaulatan hukum”. Sebagai suatu ketentuan peraturan yang mengikat, norma hukum memiliki sifat yang berjenjang atau bertingkat. Artinya, norma hukum akan berdasarkan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan bersumber lagi pada norma hukum yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada norma dasar/norma yang tertinggi dalam suatu negara yang disebut dengan grundnorm.
Dengan demikian, dasar negara merupakan suatu norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang menjadi sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (rechtsidee), baik tertulis maupun tidak tertulis dalam suatu negara. Cita hukum ini akan mengarahkan hukum pada cita-cita bersama dari masyarakatnya. Cita-cita ini mencerminkan kesamaankesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat (Yusuf, 2009). Terdapat ilustrasi yang dapat mendeskripsikan tata urutan perundanganundangan di Indonesia.
Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:
a.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d.    Peraturan Pemerintah;
e.    Peraturan Presiden;
f.     Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

v  Menggali Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara
Dalam rangka menggali pemahaman Pancasila sebagai dasar negara, Anda akan dihadapkan pada berbagai sumber keterangan. Sumber-sumber tersebut meliputi sumber historis, sosiologis, dan politis. Berikut merupakan rincian dari sumber-sumber tersebut.

1.    Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia. Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 89).
Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada pembukaan, juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan ketetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Meskipun status ketetapan MPR tersebut saat ini sudah masuk dalam kategoriketetapan MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut maupun telah selesai dilaksanakan (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009- 2014, 2013: 90).
Selain itu, juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa Pancasila ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 90-91).

2.    Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka, Radjiman meminta kepada anggotanya untuk menentukan dasar negara. Sebelumnya, Muhammad Yamin dan Soepomo mengungkapkan pandangannya mengenai dasar negara. Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosophische grondslag bagi Indonesia merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka. Soekarno juga menyebut dasar negara dengan istilah ‘Weltanschauung’ atau pandangan dunia (Bahar, Kusuma, dan Hudawaty, 1995: 63, 69, 81; dan Kusuma, 2004: 117, 121, 128, 129). Dapat diumpamakan, Pancasila merupakan dasar atau landasan tempat gedung Republik Indonesia itu didirikan (Soepardo dkk, 1962: 47).
Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam hal tersebut, Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintah negara. Atau dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara (Darmodiharjo, 1991: 19).
Dengan demikian, jelas kedudukan Pancasila itu sebagai dasar negara, Pancasila sebagai dasar negara dibentuk setelah menyerap berbagai pandangan yang berkembang secara demokratis dari para anggota BPUPKI dan PPKI sebagai representasi bangsa Indonesia (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 94). Pancasila dijadikan sebagai dasar negara, yaitu sewaktu ditetapkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 pada 8 Agustus 1945. Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945, yang terkenal dengan Jakarta-charter (Piagam Jakarta), tetapi Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu pada 1 Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Notonagoro, 1994: 24). Terkait dengan hal tersebut, Mahfud MD (2009:14) menyatakan bahwa berdasarkan penjelajahan historis diketahui bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai aliran politik yang ada di BPUPKI, yang kemudian disempurnakan dan disahkan oleh PPKI pada saat negara didirikan. Lebih lanjut, Mahfud MD menyatakan bahwa ia bukan hasil karya Moh. Yamin ataupun Soekarno saja, melainkan hasil karya bersama sehingga tampil dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang utuh seperti sekarang.

3.    Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara ringkas, Latif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013) menguraikan pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut alam Pancasila sebagai berikut.
Pertama, nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertical transcendental) dianggap penting sebagai fundamental etika kehidupan bernegara. Negara menurut Pancasila diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama; sementara agama diharapkan dapat memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Sebagai negara yang dihuni oleh penduduk dengan multiagama dan multikeyakinan, negara Indonesia diharapkan dapat mengambil jarak yang sama, melindungi terhadap semua agama dan keyakinan serta dapat mengembangkan politiknya yang dipandu oleh nilai-nilai agama.
Kedua, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamental etika-politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas mengarah pada persaudaraan dunia yang dikembangkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi.
Ketiga, nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh. Indonesia memiliki prinsip dan visi kebangsaan yang kuat, bukan saja dapat mempertemukan kemajemukan masyarakat dalam kebaruan komunitas politik bersama, melainkan juga mampu memberi kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak tercerabut dari akar tradisi dan kesejarahan masing-masing. Dalam khazanah Indonesia, hal tersebut menyerupai perspektif “etnosimbolis” yang memadukan antara perspektif “modernis” yang menekankan unsur-unsur kebaruan dalam kebangsaan dengan perspektif “primordialis” dan “perenialis” yang melihat unsur lama dalam kebangsaan.
Keempat, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam prinsip musyawarahmufakat, keputusan tidak didikte oleh golongan mayoritas atau kekuatan minoritas elit politik dan pengusaha, tetapi dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan yang memuliakan daya-daya rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa pandang bulu.
Kelima, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan keadilan sosial. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang dikehendaki adalah keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk individu dan peran manusia sebagai makhluk sosial, juga antara pemenuhan hak sipil, politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya. Pandangan tersebut berlandaskan pada pemikiran Bierens de Haan (Soeprapto, Bahar dan Arianto, 1995: 124) yang menyatakan bahwa keadilan sosial setidak-tidaknya memberikan pengaruh pada usaha menemukan cita negara bagi bangsa Indonesia yang akan membentuk negara dengan struktur sosial asli Indonesia. Namun, struktur sosial modern mengikuti perkembangan dan tuntunan zaman sehingga dapatlah dimengerti apabila para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 berpendapat bahwa cita negara Indonesia (de Indonesische Staatsidee) haruslah berasal dan diambil dari cita paguyuban masyarakat Indonesia sendiri.

4.    Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Negara
Mungkin Anda pernah mengkaji ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) dan di dalam Pasal 36A jo. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, terkandung makna bahwa Pancasila menjelma menjadi asas dalam sistem demokrasi konstitusional. Konsekuensinya, Pancasila menjadi landasan etik dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Selain itu, bagi warga negara yang berkiprah dalam suprastruktur politik (sektor pemerintah), yaitu lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, Pancasilamerupakan norma hukum dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, bagi setiap warga negara yang berkiprah dalam infrastruktur politik (sektor masyarakat), seperti organisasi kemasyarakatan, partai politik, dan media massa, maka Pancasila menjadi kaidah penuntun dalam setiap aktivitas sosial politiknya. Dengan demikian, sektor masyarakat akan berfungsi memberikan masukan yang baik kepada sektor pemerintah dalam sistem politik. Pada gilirannya, sektor pemerintah akan menghasilkan output politik berupa kebijakan yang memihak kepentingan rakyat dan diimplementasikan secara bertanggung jawab di bawah kontrol infrastruktur politik. Dengan demikian, diharapkan akan terwujud clean government dan good governance demi terwujudnya masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan masyarakat yang makmur dalam keadilan (meminjam istilah mantan Wapres Umar Wirahadikusumah).

PANCASILA MENJADI IDEOLOGI NEGARA

A. Mengkaji konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik

 Fungsi ideologi sebagai berikut:
a. Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadiankejadian di lingkungan sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).

 2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Setelah Anda menelusuri berbagai pengertian, unsur, dan jenis-jenis ideologi, maka terlihat bahwa Pancasila sebagai ideologi negara menghadapi berbagai bentuk tantangan. Salah satu tantangan yang paling dominan dewasa ini adalah globalisasi.

Beberapa karakteristik kebudayaan global sebagai berikut:
a. Berbagai bangsa dan kebudayaan menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh timbal balik.
b. Pengakuan akan identitas dan keanekaragaman masyarakat dalam berbagai kelompok dengan pluralisme etnis dan religius.
c. Masyarakat yang memiliki ideologi dan sistem nilai yang berbeda bekerjasama dan bersaing sehingga tidak ada satu pun ideologi yang dominan.
d. Kebudayaan global merupakan sesuatu yang khas secara utuh, tetapi tetap bersifat plural dan heterogen.
e. Nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), kebebasan, demokrasi menjadi nilainilai yang dihayati bersama, tetapi dengan interpretasi yang berbeda-beda

B.  Sumber Historis, Sosiologis, Yuridis, Politis Pancasila sebagai ideologi negara

1. Sumber historis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pada bagian ini, ditelusuri kedudukan Pancasila sebagai ideologi oleh para penyelenggara negara yang berkuasa sepanjang sejarah negara Indonesia

2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pada bagian ini, akan dilihat Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan terhadap adanya kekuatan gaib.
 b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-wenang.
c. Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikap suka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau berlebihan.

3. Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara

Pada bagian ini, mahasiswa diajak untuk melihat Pancasila sebagai ideologi negara dalam kehidupan politik di Indonesia. Unsur-unsur politis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut.
 a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi antarumat beragama.
 b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasuk partai.

d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting. e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri atau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan itulah yang menjadi faktor pemicu terjadinya korupsi.


Menjelaskan Pancasila sebagai sistem filsafat


A.           Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1.       Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat

a.     Apa yang dimaksudkan dengan sistem filsafat

Beberapa pengertian filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana yang dikemukakan Titus, Smith & Nolan sebagai berikut:
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. (arti informal)
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi. (arti formal)
3)  Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. (arti komprehensif)
4) Filsafat adalah analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. (arti analisis linguistik)
5) Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. (arti aktual-fundamental)

·               Pancasila merupakan suatu sistem mendasar dan fundamental karena mendasari seluruh kebijakan penyelenggaraan negara. Ketika suatu sistem bersifat mendasar dan fundamental, maka sistem tersebut dapat dinamakan sebagai sistem filsafat.

·               Mengapa Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat? Ada beberapa alasan yang dapat ditunjukkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama; dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya dengan nama Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka.

·               Noor Bakry menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat merupakan hasil perenungan yang mendalam dari para tokoh kenegaraan Indonesia.

·               Sastrapratedja menegaskan bahwa fungsi utama Pancasila menjadi dasar negara dan dapat disebut dasar filsafat adalah dasar filsafat hidup kenegaraan atau ideologi negara. Pancasila adalah dasar politik yang mengatur dan mengarahkan segala kegiatan yang berkaitan dengan hidup kenegaraan. Oleh karena itu, Pancasila harus menjadi operasional dalam penentuan kebijakan-kebijakan dalam bidang-bidang tersebut di atas dan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa dan negara.

·               Istilah Philosphische Grondslag dan Weltanschauung merupakan dua istilah yang sarat dengan nilai-nilai filosofis. Filsafat berada dalam lingkup ilmu, sedangkan weltanshauung berada di dalam lingkungan hidup manusia, bahkan banyak pula bagian dari filsafat (seperti: sejarah filsafat, teori-teori tentang alam) yang tidak langsung terkait dengan sikap hidup.

·               Pancasila sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag) nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam sila-sila Pancasila mendasari seluruh peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.

·               Kedua, Pancasila sebagai Weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila itu merupakan sesuatu yang telah ada dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia, yang kemudian disepakati sebagai dasar filsafat negara (Philosophische Grondslag). Weltanschauung merupakan sebuah pandangan dunia (world-view).

b.       Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat atau yang dinamakan filsafat Pancasila, artinya refleksi filosofis mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Sastrapratedja menjelaskan makna filsafat Pancasila sebagai berikut:
1)     Pertama, agar dapat diberikan pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-sila dalam Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik.
2)     Kedua, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi operasional dalam bidang-bidang yang menyangkut hidup bernegara.
3)     Ketiga, agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4)     Keempat, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, serta memberikan perspektif pemecahan terhadap permasalahan nasional.

B.           Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1.          Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal sebagai berikut:
a.       Pertama; hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua makhluk.
b.       Kedua; hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang terdiri atas 3 monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu, sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan).
c.       Ketiga, hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal, dan tanah air mental. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka, dan berduka, yang dialami secara fisik sehari-hari. Tanah air formal adalah negara bangsa yang berundang-undang dasar. Tanah air mental bukan bersifat territorial karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, melainkan imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital.
d.       Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah.
e.       Kelima, hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga negara.

2.          Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem filsafat meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.       Pertama, meletakkan Pancasila sebagai sistem filsafat dapat memulihkan harga diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dalam politik, yuridis, dan juga merdeka dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya untuk kemajuan bangsa, baik secara materiil maupun spiritual.
b.       Kedua, Pancasila sebagai sistem filsafat membangun alam pemikiran yang berakar dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga mampu dalam menghadapi berbagai ideologi dunia.
c.       Ketiga, Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar pijakan untuk menghadapi tantangan globalisasi yang dapat melunturkan semangat kebangsaan dan melemahkan sendi-sendi perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat banyak.
d.       Keempat, Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi way of life sekaligus way of thinking bangsa Indonesia untuk menjaga keseimbangan dan konsistensi antara tindakan dan pemikiran

C.          Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1.       Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus
Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan sistem-sistem dan cabang-cabang filsafat yang berkembang di Barat. Pancasila sebagai genetivus-subjectivus, artinya nilai-nilai Pancasila dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat yang berkembang, baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

2.       Landasan Ontologis Filsafat Pancasila
Landasan ontologis Pancasila artinya sebuah pemikiran filosofis atas hakikat dan raison d’etre sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman atas hakikat sila-sila Pancasila itu diperlukan sebagai bentuk pengakuan atas modus eksistensi bangsa Indonesia.

3.       Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila
Landasan epistemologis Pancasila artinya nilai-nilai Pancasila digali dari pengalaman (empiris) bangsa Indonesia, kemudian disintesiskan menjadi sebuah pandangan yang komprehensif tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4.       Landasan Aksiologis Pancasila
Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.

D.           Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1.       Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pada 12 Agustus 1928, Soekarno pernah menulis di Suluh Indonesia yang menyebutkan bahwa nasionalisme adalah nasionalisme yang membuat manusia menjadi perkakasnya Tuhan dan membuat manusia hidup dalam roh. Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat dapat ditelusuri dalam sejarah masyarakat Indonesia.

2.       Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu:
a.       Kelompok pertama memahami sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dalam pandangan hidup atau kearifan lokal yang memperlihatkan unsur-unsur filosofis Pancasila itu masih berbentuk pedoman hidup yang bersifat praktis dalam berbagai aspek kehidupan.
b.      Kelompok kedua, yaitu masyarakat ilmiah-akademis yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat dengan teori-teori yang bersifat akademis.

3.       Sumber Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pada awalnya, Pancasila merupakan konsensus politik yang kemudian berkembang menjadi sistem filsafat. Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:
a.        Kelompok pertama, meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun 1958 dan 1959, tentang pembahasan sila-sila Pancasila secara filosofis.
b.       Kelompok kedua, mencakup berbagai argumen politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat yang disuarakan kembali di era reformasi dalam pidato politik Habibie 1 Juni 2011.
Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat berlaku juga atas kesepakatan penggunaan simbol dalam kehidupan bernegara.

E.            Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1.       Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat
a.       Pada era pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal dengan istilah “Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan perenungan filosofis Soekarno atas rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide tersebut dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara. Namun, ide tentang Philosofische Grondslag belum diuraikan secara rinci, lebih merupakan adagium politik untuk menarik perhatian anggota sidang, dan bersifat teoritis. Pada masa itu, Soekarno lebih menekankan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diangkat dari akulturasi budaya bangsa Indonesia.
b.       Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat berkembang ke arah yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih tepat adalah weltanschauung). Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari.
c.       Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem filsafat kurang terdengar resonansinya. Namun, Pancasila sebagai sistem filsafat bergema dalam wacana akademik, termasuk kritik dan renungan yang dilontarkan oleh Habibie dalam pidato 1 Juni 2011.

2.       Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat muncul dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
a.       Kapitalisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan individual pemilik modal untuk mengembangkan usahanya dalam rangka meraih keuntungan sebesar-besarnya merupakan upaya untuk menyejahterakan masyarakat.
b.       Komunisme adalah sebuah paham yang muncul sebagai reaksi atas perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal.

MEMAHAMI DAN MENGKAJI PANCASILA MENJADI SEBAGAI SISTEM ETIKA


A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
1. Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika
a. Pengertian Etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--6). Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap kali disebut moralitas atau etika (Sastrapratedja, 2002: 81).

b. Aliran-aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi etika keutamaan, teleologis, deontologis. Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat.

c. Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.

Sila ketuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualitas yang mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan kepada nilai agama yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus, artinya menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung dimensi nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air. Sila kerakyatan mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau mendengar pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan mengandung dimensi nilai mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu kesulitan orang lain.

Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis termuat pula di dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan. Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal – rasa – kehendak yang berupa kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain, serta terhadap Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya (Mudhofir, 2009: 386).

2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi bangsa Indonesia sebagai berikut:

1. Banyaknya kasus korupsi yang melanda negara Indonesia sehingga dapat melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Masih terjadinya aksi terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga dapat merusak semangat toleransi dalam kehidupan antar umat beragama, dan meluluhlantakkan semangat persatuan atau mengancam disintegrasi bangsa.
3. Masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara.
4. Kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai kehidupan masyarakat Indonesia.
5. Ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia, seperti putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba asal Australia Schapell Corby.
6. Banyaknya orang kaya yang tidak bersedia membayar pajak dengan benar.
Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun, diperlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang bersifat mitos.


B. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis, tentang Pancasila sebagai Sistem Etika

1. Sumber historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada banyak butir Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil temuan dari para peneliti BP-7. Untuk memudahkan pemahaman tentang butir-butir sila Pancasila dapat dilihat pada tabel berikut (Soeprapto, 1993: 53--55).
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hirukpikuk perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah satu bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan inilah yang menciptakan korupsi di berbagai kalangan penyelenggara negara.
2. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.
3. Sumber Politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.
Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri. Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan. Dimensi sarana memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang mendasari institusi-institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai pihak yang menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas politik terdiri atas rasionalitas tindakan dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku mempunyai orientasi situasi dan paham permasalahan (Haryatmoko, 2003: 25 – 28).

D. Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagi Sistem Etika
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika
Beberapa argumen tentang dinamika Pancasila sebagai sistem etika dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pada zaman Orde Lama, pemilu diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak partai politik, tetapi dimenangkan empat partai politik. Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman Orde Lama mengikuti sistem etika Pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak Orde Baru bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama dianggap terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi terpimpin, yang cenderung otoriter.
2. Pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan manusia yang berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
3. Sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta machiavelisme (menghalalkan segala cara untuk mencapi tujuan).

2. Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika
Hal-hal berikut ini dapat menggambarkan beberapa bentuk tantangan terhadap sistem etika Pancasila.
1. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama berupa sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan semangat musyawarah untuk mufakat.
2. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan sosial karena nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu.
3. Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa eforia kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya, munculnya anarkisme yang memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan kebebasan berdemokrasi.



Memahami dan mengkaji Pancasila menjadi dasar pengembangan ilmu

A. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu untuk Masa Depan
1. Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Hakikat
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dikemukakan Prof. Wahyudi Sediawan dalam Simposium dan sarasehan. Pancasila sebagai Paradigma  Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa, sebagai berikut:

Sila Pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa manusia hidup di dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akan menentukan kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannya adalah manusia diperintahkan melakukan perbuatan untuk kebaikan, bukan untuk membuat kerusakan di bumi.

Sila Kedua
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik bersifat universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik di Indonesia. Asas kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuan terhadap manusia harus sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitu memiliki keinginan, seperti kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinya dihargai, mengeluarkan pendapat, berperan nyata dalam lingkungannya, bekerja sesuai kemampuannya yang tertinggi (Wahyudi, 2006: 65).

Sila Ketiga
Persatuan Indonesia memberikan landasan esensial bagi kelangsungan  Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ilmuwan dan ahli teknik Indonesia perlu menjunjung tinggi asas Persatuan Indonesia ini dalam tugas-tugas  profesionalnya. Kerja sama yang sinergis antarindividu dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada penjumlahan produktivitas individunya (Wahyudi, 2006: 66). Suatu pekerjaan atau tugas yang dikerjakan bersama dengan semangat nasionalisme yang tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih optimal.

Sila Keempat
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan memberikan arahan asa kerakyatan, yang mengandung arti bahwa pembentukan negara republik Indonesia ini adalah oleh dan untuk semua rakyat Indonesia. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara. Demikian pula halnya dengan ilmuwan dan ahli teknik wajib memberikan kontribusi sebasar-besarnya sesuai kemampuan untuk kemajuan negara.

Sila Kelima
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan araha agar selalu diusahakan tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara bangsa Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perlu selalu mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan, sekaligus menjamin kesejahteraan karyawan (Wahyudi, 2006: 69).

Selama ini, pengelolaan industri lebih  berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaan sehingga cenderung mengabaikan kesejahteraan karyawan dan kelestarian lingkungan. Situasi timpang ini disebabkan oleh pola kerja yang hanya mementingkan kemajuan  perusahaan. Pada akhirnya, pola tersebut dapat menjadi pemicu aksi protes yang justru merugikan pihak perusahaan itu sendiri.



2.Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Pentingnya Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu, meliputi hal-hal sebagai  berikut:

Perkembangan ilmu dan teknologi di Indonesia dewasa ini tidak berakar pada nilai-nilai budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga ilmu pengetahuan yang dikembangkan di Indonesia sepenuhnya berorientasi pada Barat (western oriented ).
Perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia lebih berorientasi pada kebutuhan  pasar sehingga prodi-prodi yang “laku keras” di perguruan tinggi Indonesia adalah  prodi-prodi yang terserap oleh pasar (dunia industri).
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum melibatkan masyarakat luas sehingga hanya menyejahterakan kelompok elite yang mengembangkan ilmu (scientist oriented )


Sumber historis
Sumber historis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat ditelusuri pada awalnya dalam dokumen negara, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 berbunyi: ”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,  perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan  Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia  yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, … dan seterusnya”. Kata “mencerdaskan kehidupan bangsa” mengacu pada pengembangan iptek melalui pendidikan. Amanat dalam Pembukaan UUD 1945 yang terkait dengan mencerdaskan kehidupan bangsa itu haruslah berdasar pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dan seterusnya, yakni Pancasila. Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu belum banyak dibicarakan pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat para pendiri negara yang juga termasuk cerdik cendekia atau intelektual  bangsa Indonesia pada masa itu mencurahkan tenaga dan pemikirannya untuk membangun bangsa dan negara.

Para intelektual merangkap sebagai pejuang bangsa masih disibukkan pada upaya pembenahan dan penataan negara yang baru saja terbebas dari penjajahan. Penjajahan tidak hanya menguras sumber daya alam negara Indonesia, tetapi juga menjadikan bagian terbesar dari rakyat Indonesia berada dalam kemiskinan dan kebodohan. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi ”..memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melindungi segenap tanah tumpah darah Indonesia”. Soekarno dalam rangkaian kuliah umum Pancasila Dasar  Falsafah Negara pada 26 Juni 1958 sampai dengan 1 Februari 1959 sebagaimana disitir Sofian Effendi, Rektor UGM dalam Simposium dan Sarasehan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa. 15 Agustus 2006, selalu menyinggung perlunya setiap sila Pancasila dijadikan blueprint bagi setiap pemikiran dan tindakan bangsa Indonesia karena kalau tidak akan terjadi kemunduran dalam pencapaian keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Effendi, 2006: xiii). Pancasila dalam pernyataan Soekarno kurang lebih mengandung pengertian yang sama dengan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek karena sila-sila Pancasila harus masuk ke dalam seluruh rencana pemikiran dan tindakan bangsa Indonesia. Daoed Joesoef dalam artikel ilmiahnya yang berjudul Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan menyatakan bahwa Pancasila adalah gagasan vital yang berasal dari kebudayaan Indonesia, artinya nilai-nilai yang benar-benar diramu dari sistem nilai bangsa Indonesia sendiri.

2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia

Sumber sosiologis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat ditemukan pada sikap masyarakat yang sangat memperhatikan dimensi ketuhanan dan kemanusiaan sehingga manakala iptek tidak sejalan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, biasanya terjadi penolakan. Contohnya, penolakan masyarakat atas rencana pembangunan pusat pembangkit listrik tenaga nuklir di semenanjung Muria beberapa tahun yang lalu. Penolakan masyarakat terhadap PLTN di semenanjung Muria didasarkan pada kekhawatiran atas kemungkinan kebocoran Pembangkit Listrik Tenaga  Nuklir di Chernobyl Rusia beberapa tahun yang lalu. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat peka terhadap isu-isu ketuhanan dan kemanusiaan yang ada di balik  pembangunan pusat tenaga nuklir tersebut. Isu ketuhanan dikaitkan dengan dikesampingkannya martabat manusia sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa dalam  pembangunan iptek. Artinya, pembangunan fasilitas teknologi acapkali tidak melibatkan peran serta masyarakat sekitar, padahal apabila terjadi dampak negatif  berupa kerusakan fasilitas teknologi, maka masyarakat yang akan terkena langsung akibatnya. Masyarakat terlebih peka terhadap isu kemanusiaan di balik pembangunan dan pengembangan iptek karena dampak negatif pengembangan iptek, seperti limbah industri yang merusak lingkungan, secara langsung mengusik kenyamanan hidup masyarakat.

1.          Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu di Indonesia
Sumber politis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai  pengembangan atau orientasi ilmu, antara lain dapat dilihat dari pidato Soekarno ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa di UGM pada 19 September 1951, mengungkapkan hal sebagai berikut:

“Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk mengabdi kepada praktik hidup manusia, atau praktiknya bangsa, atau  praktiknya hidup dunia kemanusiaan. Memang sejak muda, saya ingin mengabdi kepada praktik hidup manusia, bangsa, dan dunia kemanusiaan itu.  Itulah sebabnya saya selalu mencoba menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan pengetahuan dengan perbuatan sehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh pengetahuan. Ilmu dan amal harus wahyu-mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu berdwitunggal dengan amal. Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itu kepada derajat mahasiswa patriot yang sekarang mencari ilmu, untuk kemudian beramal terus menerus di wajah ibu pertiwi” (Ketut, 2011).

Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pada zaman Orde Lama belum secara eksplisit dikemukakan, tetapi oleh Soekarno dikaitkan langsung dengan dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu dan amal.


 PERAN PANCASILA SEBAGAI SOLUSI PROBLEM BANGSA

Berikut adalah masalah-masalah yang terjadi di Indonesia dan  peran  Pancasila sebagai solusi dari setiap masalah yakni sebagai berikut

1.Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah utama yang melanda Indonesia. Hampir di setiap sudut ditemukan pemukiman kumuh. Ada sekitar 30 juta rakyat Indonesia yang hidup sangat miskin. Penyebab utama kemiskinan adalah ledakan penduduk yang tidak disertai dengan peningkatan kualitas penduduk tersebut ditambah lagi dengan kebutuhan hidup yang makin kompleks dan mahal. Masalah ini dapat diatasi dengan menerapkan kesemua sila Pancasila terutama sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran agama islam apabila kita mendekatkan diri kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan Insya Allah akan memberikan kemudahan dalam memperoleh rezeki yang halal dan dalam jumlah yang banyak. Namun perlu kita sadari bahwa rezeki yang dikasi kepada kita bukan hanya seputar uang melainkan kehidupan kekeluargaan yang harmonis, kesehatan, kebahagiaan, mendapatkan teman atau tetangga yang baik dan lain-lainnya

2.Korupsi
Korupsi sangat merugikan negara. Mereka adalah pencuri berdasi yang mengambil bukan haknya melainkan hak rakyat dan pencurian uang itu tidak berjumlah sedikit miliaran bahkan triliunan. Negara kita pada dasarnya memiliki kekayaan atau dana yang cukup untuk mensejahterkan rakyatnya namun dikarenakan negara ini dikerumi oleh para koruptor sehingga uang negara terbuang sia-sia dan mengakibatkan kesengsaraan bagi rakayt. Kurangnya efek jera menjadi penyebab utama korupsi ini. Negara lain sudah menerapkan hukuman berat bagi pelaku korupsi. Seperti di Arab Saudi yang dihukum potong tangan. Bahkan Tiongkok menerapkan hukuman mati. Hukuman-hukuman diatas tidak dapat diberlakukan di Indonesia dikarenakan adanya HAM. Mereka para koruptor yang terbukti bersalah dihukum potong tangan ataupu hukuman mati dianggap melangar HAM. Pertanyaannya apakah mereka yang mencuri uang rakyat dalam jumlah yang besar bukan suatu pelanggaran HAM ? Permasalahan ini dapat diatasi oleh sila pertama. Dalam hukum agama Islam orang yang mencuri atau mengambil hak orang lain akan mendapatkan hukuman potong tangan agar tidak ada yang mengikuti jejak orang tersebut ini adalah hukuman yang dapat memberikan efek jera. Para koruptor tentu ada yang beragama Islam dalam KTP-nya nah hal ini dapat diberlakukan hukuman potong tangan. Namun hal ini perlu pembuktian yang konkrit dan dalam proses yang benar agar tidak terjadi kesalahan dalam menerapkan hukum.

3.Penegakan Hukum yang Lemah

Negara Indonesia adalah negara hukum, tapi kenapa hanya rakyat kecil yang dihukum? Penyebabnya karena hukum di Indonesia masih bisa dipermainkan. Orang kaya masih bisa terbebas dari jeratan hukum. Jangan dulu melihat kasus-kasus hukum yang besar, kita masih bisa melihat di sekitar kita. Terutama saat ditilang polisi. Apa yang biasanya dilakukan? Tentu saja menyuap polisi tersebut. Kalau terus saja dibiarkan begini, hancurlah Indonesia. Hal ini dapat diatasi dengan mengamalkan Pancasila terutama sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab. Hukum yang tertulis maupun tidak tertulis telah dibuat dengan banyak pertimbangan dengan hasil berupa peraturan yang tegas namun dalam pelaksanaanya yang dilaksanakan oleh manusia sebagai pelaku tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu sebelum menjalankan aturan negara sebaiknya berbenah diri dahulu. Agar tindakan kita sesuai dengan peraturan yang telah dibuat.

4.Kualitas Pendidikan yang Rendah

Sistem pendidikan di Indonesia bisa dikatakan sangat buruk. Biaya sekolah yang semakin mahal tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Memang siswa selalu lulus dengan nilai sangat baik, tetapi angka tersebut hanya diatas kertas. Buktinya kualitas penduduk Indonesia masih sangat rendah dibandingkan di negara lain. Tak heran kita selalu mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri sementara kita selalu mengirim tenaga kerja ke luar negeri sebagai buruh atau pembantu. Kualitas pendidikan dinegara Indonesia memang tergolong rendah hal ini disebabkan tingkat kepedulian yang lemah antara sesama masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dikendalikan oleh penerapan sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Pemerintah berperan penting dalam hal ini, kondisi bangunan sekolah di beberapa daerah sudah tidak layak di jadikan gedung sekolah. Daripada memberi tunjangan kepada anggota DPR lebih baik dana tersebut dipergunakan untuk memperbaikan sekolah-sekolah beserta fasilitasnya dan membangun jembatan menuju dari lingkungan pemukiman menuju sekolah yang dibatasi oleh sungai. Selain itu sistem pendidikan di Indonesia yang menekan siswanya untuk belajar dalam jangka waktu yang sangat panjang. Hal ini sama sekali tidak efektif bagi siswa karena dalam dunia pendidikan mereka juga dibebani dengn tugas yang banyak yang belum lagi mereka dituntut untuk mengikuti berbagai ekstrakulikuler, organisasi dan kegiatan lainnya. Hal ini membuat sebagian siswa merasa terbebani hingga memutuskan tidak sekolah dan ada yang merasa stress karena terlalu banyak beban yang ditimpakan kepadanya. Pemerintahan hanya membuat sistem dan kulikulum namun mereka tidak merasakan betapa beratnya kebijakan tersebut.

5. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Buruk

Sampai sekarang kita tidak bisa mencapai swasembada beras. Padahal Indonesia adalah negara agraris yang sangat luas. Namun karena kesejahteraan petani tidak pernah diperhatikan, banyak dari mereka yang menjual lahan pertaniannya dan dialih fungsikan menjadi perumahan. Kita juga tidak pernah menikmati hasil bumi kita yang melimpah secara utuh. Justru pihak asing yang mengelola dan mengambil hasil pertambangan kita, sedangkan kita hanya mendapatkan pemasukan dari pajak dan upah buruh. Hal ini juga dapat diatas dengan sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Seharusnya pemerintah membuat suatu program dukungan kepada petani memberikan segala yang dibutuhkan petani agar menumbuhkan semangat mereka untuk menanam padi di lahan negara. Hal ini jelas akan membantu perekonomian negara kita tidak perlu lagi membeli beras dari negara lain. Seharusnya pemerintah menjaga keutuhan negara termasuk lahan masyarakat agar pengusaha asing tidak membeli tanah mereka. Apabila mereka menjual tanah, mereka tidak dapat merasakan kehidupan yang makmur dalam jangka waktu yang lama sedangkan jika mereka tidak menjual tanah dan memanfaatkan lahannya untuk bertani maka itu lebih bermanfaat dan akan menjamin kehidupannya lebih lama.

6. Kasus SARA yang Merajalela

Indonesia adalah negara yang memiliki suku bangsa dan agama yang beragam. Di sekitar kita mungkin kehidupan antara umat beragaman sudah rukun. Tetapi di beberapa tempat masih saja ada kasus yang menyangkut SARA. Seperti meminta seorang pemimpin untuk turun hanya karena agamanya tidak sama dengan agama mayoritas, perusakan tempat ibadah, terorisme, pertikaian antar suku, dan saling ejek antar agama di dunia maya. Jika masalah ini dibiarkan terjadi, maka akan terjadi disintegrasi bangsa dan sangat berbahaya bagi kedaulatan bangsa. Hal ini dapat dikendalikan dengan sila ketiga Persatuan Indonesia. Negara ini kaya akan kebudayaan yang berbeda namun ini kembali pada kita semua tugas kita sebagai sesama bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang dan tujuan yang sama, kita memiliki nasib yang sama. Sebagai mahasiswa yang memiliki pendidikan tinggi dapat membantu hal ini dengan kuliah kerja lapangan yang dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kita dapat menyebarkan nilai-nilai Pancasila, rasa nasionalisme yang tinggi, rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi karena kita memiliki tujuan dan latar belakang yang sama meskipun kita dibedakan oleh suku, ras dan agama hal itu tidak dapat memisahkan nasib kita. Hal ini kita sebarkan kepada mereka yang jauh dari perhatian pemerintahan. Walaupun hal ini memiliki tanggung jawab yang besar dan resiko yang tinggi. Bisa saja dalam penyebaran kebaikan untuk memperkuat rasa persatuan, kita harus mempertaruhkan keselamatan dan nyawa seperti halnya di daerah pulau Papua.

7. Kesenjangan Sosial

Ini sudah biasa terjadi di negara kita dimana orang kaya akan tetap kaya sampai tujuh turunan, sedangkan orang miskin tetaplah miskin walau sekeras apapun dia bekerja. Tidak hanya itu mereka yang kaya tidak merasa puas apalagi bersyukur akan harta yang mereka miliki. Begitu pula dengan orang-orang yang berada di kalangan bawah merasa susah menjalankan hidup akhirnya mereka melakukan hal-hal yang seharusnya mereka tidak lakukan yang mengakibatkan marak kriminalitas di Indonesia. Hal ini dapat dikendalikan dengan sila kelima yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah sebaiknya mengendalikan hal ini dengan membatasi kekayaan orang-orang kaya di Indonesia. Mereka yang memiliki uang tidak terhingga melebihi kebutuhan akan dirinya lebih baik menyumbangkan hartanya kepada masyarakat. Pengusaha yang kaya di undang dalam suatu perkumpulan untuk melakukan bantuan kepada rakyat Indonesia. Namun perlu diingat sebagai orang yang memiliki keungan yang tinggi tidaklah sepatutnya berbangga dan menyombongkan diri apalagi merendahkan rakyat miskin.

8. Kemacetan

Di beberapa kota besar di Indonesia, kemacetan sudah menjadi hal yang lumrah. Kemacetan disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor yang meningkat dan banyak orang yang lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor ketimbang bersepeda walaupun jarak tempuhnya cukup dekat. Contohlah Singapura dimana penduduknya setiap hari menggunakan angkutan umum dan mau berjalan menuju tempat kerjanya. Hal ini dapat dikendalikan dengan mengamalkan sila kedua Kemanusian yang adil dan beradab. Andai saja kita memiliki jiwa kepedulian yang tinggi, menahan diri dari keinginan yang membuat kita bersifat boros, berjiwa mau mengalah, kedisiplinan yang tinggi serta keinginan untuk sehat yang tinggi maka kemacetan tidak akan dijumpai dinegara kita. Mereka yang perduli sesama akan menolong siapapun tanpa pamrih saat berkendara baik itu angkotan umum, maupun pribadi. Sebaiknya pemerintah menekan angka kemacetan dengan melarang setiap warga negara Indonesia yang mempunyai mobil lebih dari satu atau sesuai dengan kebutuhan saja tidak untuk dikoleksi atau tidak memberikan mobil kepada anak yang dibawah umur untuk pergi kesekolah. Biarkan anak sekolah atau mahasisa pergi ke tempat pendidikannya menggunakan angkotan umum atau bahkan jika jaraknya tidak terlalu jauh maka lebih baik jalan kaki atau bersepeda selain menumbuhkan rasa displin yang tinggi karena harus bangun dan pergi pagi ke sekolah agar tidak terlambat mereka juga akan merasakan manfaatnya bagi kesehatan.

9. Pengangguran

Angka pengangguran di Indonesia cukup tinggi. Bahkan orang-orang pengangguran kebanyakan sudah sarjana. Pengangguran menjadi penyebab utama kemiskinan. Kurangnya lapangan pekerjaan menjadi salah satu penyebab terjadinya pengangguran. Sebaiknya penganggur tersebut menjadi pengusaha. Banyak sekali pengusaha sukses yang awalnya adalah seorang pengangguran. Permasalahan kali ini dapat teratasi dengan mengamalkan sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintahan yaitu membuka dan menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya bukan menutup mata pencarian atau bahkan menggantinya dengan tenaga kerja asing. Pemerintah juga tidak dapat menyalahkan rakyatnya sebab hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dengan cara apapun yang halal misalnya bekerja sama dengan pengusaha asal negeri kita untuk membuka sebuah perusahaan yang membutuhkan banyak karyawan pribumi. Contohnya industri rokok meskipun membahayakan kesehatan rakyat Indonesia yang mengonsumsinya namun industri ini banyak meraup karyawan pribumi. Selain itu tindakan yang harus dilakukan rakyat sebaiknya tidak bermalas-malasan tetapi terus berusaha memperoleh rezeki dengan cara yang sebaik-baiknya.

10. Banyak Daerah yang Kurang Diperhatikan

Banyak sekali terdapat daerah tertinggal di negara ini terutama di kawasan dekat perbatasan negara dan bagian timur Indonesia. Pembangunan cenderung berpusat di sekitar pulau Jawa, Sumatera, dan Bali saja. Mungkin karena hanya daerah tersebut yang paling potensial. Tetapi sebaiknya pemerintah memperhatikan daerah lain. Siapa tahu daerah yang kurang diperhatikan tersebut sebenarnya sangat berpotensi bagi pembangunan negara. Permasalahan terakhir ini cenderung lebih mengarah kepada sila kelima yakni Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Seharusnya pemerintah mengambil pelajaran dari setiap kasus daerah yang ingin memisahkan diri, intropeksi diri tidak hanya dilakukan di kalangan masyarakat namun juga pemerintah. Tentu saja daerah-daerah yang ingin memisahkan diri memiliki alasan tersendiri salah satunya ketidakadilan pemerintah dalam memperhatikan daerah yang menjadi tanggung jawabnya. Pemerintah juga tidak dapat menyalahkan rakyat dalam kasus ini sebab yang mesti memperhatikan rakyatnya adalah pemimpin rakyat tersebut bukannya rakyat yang mengemis meminta perhatian dari pemerintah.

Resume Higiene Industri

tugas ini dibuat dan dipublikasikan oleh: Nama: Hanifa Eka Putri NIM: 2011212071 Kelas: K3 A1